Rasanya..hidupku
sangatlah hambar. Bagai sayur tanpa garam. Bagai malam, tanpa bintang yang
menambah keindahan. Bagai...pesisir pantai tanpa ombak yang selalu mendekapnya.
Ku kira seperti itulah kehidupanku bila digambarkan melalui kata-kata. Tidak
terlalu menarik, tetapi tidak pula terlalu buruk. Hanya terkadang..bahkan
sering kali aku bukanlah menjadi seseorang yang beruntung dalam kehidupanku
sendiri. Maksudku, segala yang kuinginkan hampir tidak pernah terjadi, semua
sangat bertolak-belakang dengan kenyataan yang ada. Ya..tetapi beginilah hidup.
Manusia hanya bisa merencanakan tanpa tahu pasti apa yang nantinya akan
didapatkan.
Seperti
halnya kehidupan, ‘cinta’ juga tidak dapat terjadi seperti apa yang kita
inginkan. Bahkan, apa yang tidak pernah kita harapkan adalah apa yang memang
sudah digariskan untuk ada di dalam kehidupan kita. Seperti apa yang kukatakan,
aku pun sedang mengalami hal itu dalam hidupku. Mendambakan seseorang yang
nampaknya tidak akan pernah mengharapkan kehadiranku dalam hidupnya. Apakah ini
yang namanya ‘cinta’??? aku selalu teringat padanya yang belum tentu
mengingatku. Aku selalu merindukannya yang mungkin tak pernah merindukanku.
Bahkan..ku yakin dirinya pun tak pernah
sadar akan kehadiranku.
Tiba-tiba
terdengar suara dibalik tubuhku yang membuatku menghentikan tulisanku. Suara
itu tak lagi asing di telingaku.
“Ah,
elo!! Ganggu gue aja, sih..” sahutku.
Dia
tertawa sejenak seraya menatapku dengan tatapan yang sangat menjengkelkan,
“Sorry, Prill..” “Ngambek…”
Aku
terdiam dan menatapnya dengan wajah yang tidak sedap dipandang. Laki-laki yang
kusebut ‘dia’ ini adalah Randy. Sahabat yang telah kuanggap sebagai saudara
kandungku sendiri karena kami sudah terbiasa bersama sejak kami masih berusia 7
tahun. Ya..sudah sekitar 9 tahun lah kemungkinan kami bersama. Kedua orangtua
Randy sudah sangat mengenal aku dan keluarga dengan sangat baik. Kami tidak
pernah terpisah sejak aku dan kedua orangtua menempati gubuk kecil yang tepat
di sebelah rumah Randy.
“Ngambek
terus, Prill. Gue nggak di maafin, nih??” tanya bocah menyebalkan itu.
“Maafin
nggak ya…”
“Maafin,
doong…..”
“IYA.
DI MAAFIN!!!”
“Jutek
banget, mba..” ucap Randy lagi seraya menjepit hidungku dengan jari-jarinya
yang panjang. Tak hentinya Randy berhenti mengusiliku setiap hari, bahkan
sampai setiap saat kami sedang bersama. Randy adalah pribadi yang sangat
menyenangkan.
Di
tengah pembicaraan antara aku dan Randy, tiba-tiba saja aku tertegun menatap
sesuatu yang indah yang melintas di hadapan kedua mataku. Tanpa sadar jantungku
berdegup dengan cepat ketika melihatnya, seorang anak kelas 11 yang pada
kenyataannya mampu membuatku untuk selalu memperhatikannya. “Dia..manis banget,
ya…”
“Lo
suka sama dia, Prill?!!!”, tanya Randy dengan nada bicara yang sedikit lebih
tinggi dari biasanya.
Karena
masih terfokus pada Dani, seseorang yang
beberapa menit lalu melintas di hadapanku, aku seakan tidak mendengar apa yang
dikatakan oleh Randy padaku.Hanya senyuman yang mampu terlukis di bibirku.
“Lo
suka sama dia, Prill??!!”, Randy mengulang pertanyaannya.
“Kepo
banget sih lo, Ren..”
“Gue
cuma nanya. Apa itu salah??”
“Tapi
nggak usah ketus gitu dong nanyanya! Kepo lo!!”, jawabku seraya pergi
meninggalkan Randy di taman sekolah.
Entah
apa yang sedang kufikirkan, tetapi aku begitu kesal terhadap pertanyaan Randy
yang begitu menganggu privacy ku.
Bukan hanya karena pertanyaannya, tetapi juga nada bicaranya yang membuatku
semakin kesal padanya. “Apa haknya untuk bicara dengan nada tinggi seperti itu
padaku?!!”
Keesokan harinya..
Masih sedikit kesal dengan kejadian
saat kemarin di taman, aku mengurungkan niatku untuk menyapa Randy yang tengah
menyambut kehadiranku di sekolah ketika aku berada di depan pintu gerbang dan
hendak melangkah ke dalam.
“Pagi, Prilly.. makin cantik aja,
ya..”
“Apaan sih, lo..” jawabku ketus.
“Lo masih marah sama gue?? Maafin gue, Prill..”
Aku mengabaikan permintaan maafnya
dan berlalu meninggalkannya.
Sampai pada saat bel istirahat
berbunyi, aku masih tak sedikitpun berniat untuk menghampiri bahkan berbincang
seperti hari-hari biasanya dengan Randy. “Badmood
!!!”
“Sama siapa??” tanya seseorang yang
tiba-tiba menghampiriku.
Aku menoleh ke samping tubuhku, “Ah?
Umm…nggak kok, kak. Nggak badmood, kok. Kakak salah dengar mungkin.”
“Yang bener, nih???”
Aku semakin gugup dan canggung
ketika memulai pembicaraan itu dengan seseorang yang sangat aku kagumi. DANI!!!
Mimpi apa aku semalam?! Dihampiri oleh seseorang yang benar-benar membuatku tak
dapat menghentikan keringat dingin yang mengalir di sekujur tubuhku. Ini sangat
diluar khayalanku!!!
Tetapi.. disaat aku sedang merasakan
indahnya kasmaran dan melayang jauh ke angkasa, aku terjatuh! Ya, aku terjatuh
karena sayap cintaku patah ketika seorang gadis menghampiri Dani dan berkata
“sayang” padanya. Gadis yang kumaksud adalah kekasih Dani. Rasanya..ingin
kuhancurkan kantin sekolahku saat aku melihat kemesraan mereka di hadapanku.
Aku berlari seraya menahan airmataku
yang sesaat lagi akan mencapai puncaknya. Aku sangat ingin menceritakan hal ini
pada Randy. Hanya ia yang paling mengerti perasaanku selama ini. Tetapi..kini
aku kehilangannya. Randy mungkin sudah sangat membenciku yang telah sangat
menyakiti perasaannya dengan sikapku yang tidak seharusnya kulakukan padanya.
Tuhan,
maafkan aku yang telah menyakiti perasaannya. Seharusnya, aku tidak berlaku
sekasar itu padanya. Hanya karena seseorang yang nyatanya tidak pernah perduli
terhadapku, aku berani mempertaruhkan persahabatanku dengan Randy..
“Maafin gue, ren..” ucapku seraya
menitikkan airmata.
Kini aku sadar, ada seseorang yang
ternyata selalu memperhatikan gerak-gerikku selama ini meskipun aku tak pernah
memperdulikannya. Dan tiba-tiba saja Randy datang menghampiriku dan
mengahapuskan airmataku dengan saputangannya.
“Randy??”
“Gue nggak suka liat lo nangis..”
“Maafin gue ya, ren..”
“Maaf untuk apa?? Lo nggak salah
kok. Emang gue yang salah..”
Tuhan..
apakah ini penantian rahasia yang akan Kau berikan untukku???
“Gue…kehilangan lo, ren. Gue baru
sadar sekarang, cuma lo satu-satunya orang yang selalu ada disaat apapun
keadaan gue. Selalu pengertian, perhatian, dan sabar sama gue. Maafin gue ya,
ren..”
“Gue….sayang sama lo, Prill. Gue
nggak mau lo sedih. Gue nggak mau lo nangis. Gue cuma mau lihat lo bahagia. Gue
tau kok, lo pasti nggak mau ‘kan
jadi pacar gue?? Jadi sahabat lo aja gue udah bahagia banget, Prill..”
“Lo ngomong apaan sih?? Kata siapa
gue nggak mau?? Umm…”
“Jadi???”
Aku hanya menganggukan kepala dan
melempar senyum kearahnya.
Tuhan
memang adil. Meskipun apa yang kita inginkan tidak selalu sejalan dengan
kenyataan yang ada, Tuhan selalu memberikan kita yang terbaik. Terbaik untuk
kini dan masa depan. Jika seseorang yang kita inginkan memang bukan ditakdirkan
untuk bersama kita, pasti akan ada seseorang yang lebih baik lagi untuk kita
yang akan ditemukan oleh waktu yang masih akan terus berputar. Percayalah, yang
terbaik akan selalu datang di akhir dan membawa kebahagiaan yang abadi..
***
Created by : Ayuditha Aninda Putri
0 komentar:
Posting Komentar